Sudah hampir 10 bulan saya tidak punya sim C. Tapi baru satu kali saja saya terkena tilang. Itupun terjadi di Bali bulan lalu.
Pertama kali bikin SIM C, saya nembak. Waktu itu bayar sekitar Rp 350.000 di Ciamis. Saya pilih jalan cepat saja karena kalau ikut test dari awal sampai akhir katanya banyak yang gagal. Jadi daripada gagal, saya pilih jalur pintas saja karean waktu itu saya belum lancar menggunakan sepeda motor. Meskipun sebenarnya itu adalah tindakan yang melanggar hukum, saya sadari itu. Namun, karena kebutuhan saya lakukan juga. Saya tidak membenarkan pilihan saya, malahan mengecam tindakan saya. Tapi waktu itu, saya membutuhkan SIM C untuk menebus sepeda motor inventaris kantor, meskipun dalam kesehariannya, anggota saya lah yang memakainya ke lapangan. Waktu yang saya miliki untuk mengurus SIM tidak banyak karena saya membuat SIM di Ciamis, Jawa Barat padahal saya kerja di Perawang, Riau. Meskipun saya akui kalau saya sudah berbuat salah, saya hanya bisa bertobat meminta ampunan Yang Maha Kuasa.
Lima tahun berikutnya, SIM Saya otomatis akan expired, saya pun berencana memperpanjang SIM sebelum masa berlakunya habis. Namun apalah mau dikata. SIM Saya tidak bisa diperpanjang di Kampar, Riau karena harus dimutasi dulu SIM dari Ciamis ke Kampar. Karena waktu yang tidak memungkinkan, akhirnya saya disarankan untuk membuat SIM baru mengikuti prosedur biasa yang berlaku. Karean terjadi banyak pengawasan, maka pembuat SIM jalur cepat tidak bisa dilakukan.
Saya pun mengikuti instruksi dan melakukan prosedur yang disarankan. Alhamdulillah saya lulus test tertulis dalam satu kali test. Namun, saya gagal di test praktik karena kurang bisa dalam jalur belok meliuk seperti ular. Maka, saya pun gagal test yang pertama. Seminggu kemudian, saya ikut test praktik lagi, namun sayang, saya masih menyenggol pembatas jalan dan kaki saya diturunkan sedkit, akhirnya gagal lagi. Sebenarnya, test praktik bisa dilakukan maksimal tiga kali, namun karena waktu itu saya sibuk jadinya tidak sempat mengulang test praktik yang ketiga kalinya. Sebagai hasilnya, saya tidak punya SIM sampai sekarng.
Meskipun tidak memiliki SIM, saya masih menggunakan sepeda motor untuk kegiatan sehari-hari seperti pulang pergi kerja, ke pasar, atau ke tempat lainnya di sekitar Bangkinang-Salo-Kuok. Namun kalau harus ke Pekanbaru, agak berat rasanya. Takutnya nanti malah terkena razia karena jalur Bangkinang - Pekanbaru merupakan jalur provinsi dan sering diadakan razia.
Hikmah yang bisa saya ambil dengan tidak mempunya SIM adalah saya tidak pernah pergi ke Pekanbaru untuk menonton film di bioskop. Padahal dulu hampir tiap bulan saya nonton di Bioskop. Sekarang, jangankan untuk nonton di Bioskop, nonton film di rumah saja sudah jarang. Mempunyai dua batita di rumah sudah cukup menjadi hiburan. Daripada menggunakan uang untuk nonton, mendingan buat beliin anak susu dan mainan.
Kalau sekedar berkendara di sekitar perkotaan, saya merasa aman. Karena polisi di dalam kota tidak pernah melakukan razia. Mereka hanya merazia para pengendara motor yang melanggar aturan berlalu lintas. Sejauh ini, saya selalu mematuhi aturan rambu lalu lintas dan berkendara dengan menggunakan helm. Semua perlengkapan motor lengap, jadi tidak usah takut. Saya justru takut kalau saya bertambah dosa karena berkendara tidak dengan aturan. tapi aturan manusia masih bisa dilanggar, selama tidak merugikan orang lain. Kalau melanggar aturan Tuhan, itu yang pantang saya lakukan. Namun seandaninya yang saya lakukan ternyata salah di mata Tuhan, maka Saya hanya bisa bertobat memohon ampunanYya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa karena ternyata mendapatkan SIM C saja butuh keahlian bermotor yang belum saya kuasai. Mungkin awal tahun 2018, saya akan mencoba untuk mengikuti test lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar