Selasa, 10 Oktober 2017

Bawang Putih (Part 2)

Bawang putih memulai harinya dengan memasak untuk sarapan Ibu tiri dan Bawang merah. Nasi goreng dengan telur mata sapi akhirnya selesai dia hidangkan. Sedangkan untuknya, cukup buah-buahan saja sebagai menu sarapan. Kebetulan di sekitar rumahnya banyak sekali pohon buah. Ada nagka, papaya, pisang, sirsak, jeruk, durian, manggis, rambutan, sawo, belimbing, jambu biji, jambu air, bisbul, dan masih banyak yang  lainnya. Ayahnya sangat suka menanam pohon semasa hidupnya. Setiap membeli buah-buahan dia semaikan bijinya dan setelah tumbuh, ditanamnya di sekeliling halaman rumahnya. Di tanah seluas 5 hektar, cukup untuk menanam berbagai jenis buah-buahan, sayur-mayur, tanaman obat, dan aneka tanaman kehidupan lainnya, bahkan aneka bunga yang ditanam mendiang Ibunya. Kotoran dan air kencing hewan ternak dijadikannya pupuk organik. Jadi, meskipun hidup mereka tidak bergelimang harta, tapi mereka berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan harian.

Melakukan pekerjaan rutin tiap hari, kadang membuat bawang putih bosan. Membersihkan rumah, menyapu, mengepel, mencuci, memasak, dan menyetrika menjadi rutinitas kesehariannya. Untungnya, bawang putih memiliki banyak hobi yang biasa dia salurkan di waktu senggangnya. Ibu tiri dan Bawang merah tidak pernah mempermasalahkannya selama tugas utama dikerjaannya dengan baik. Menjahit, merawat bunga, memancing dan meracik parfum merupakan sebagian kecil dari hobinya. Bawang putih termasuk gadis yang cepat mempelajari sesuatu. Meskipun terlihat seperti tertindas, sebenarnya dia gadis yang sangat kuat dan tangguh. Dia bahkan bisa berkuda dan berenang. Namun sayang, kuda peliharaannya sudah dijual oleh Ibu tirinya.

Aktivitas yang terlalu padat dan hanya dikerjakan sendiri tanpa bantuan asisten rumah tangga membuat bawang putih tidak bisa merawat kebun sayurannya. Lahan bekas kebun sayuran dibiarkannya kosong. Bawang putih yang ditinggal mati ibunya di usia sembilan tahun dan dua tahun kemudian ayahnya pun meninggal, membuat dirinya belum mempunyai keahlian dalam bercocok tanam.  Sebenarnya dia ingin menanam sayuran sendiri, namun dia belum tahu caranya. Ketiak meminta ijin belajar dengan penduduk lainnya, Ibu tiri melarangnya. Bahan sayuran biasanya dibeli Ibu tiri di pasar. Harga sayuran yang murah membuat Ibu tiri tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk berbelanja.  

Bawang putih pun teringat nenek yang tinggal di hutan larangan. Kalau tidak salah, sang nenek menanam berbagai macam sayuran di pekarangan rumahnya. Mungkin bawang putih harus pergi belajar cara bercocok tanam pada sang nenek. Haruskah bawang putih meminta izin pada Ibu tiri untuk menginap di rumah nenek? Sang Ibu pasti tidak akan mengizinkannya, apalagi mengingat nenek sudah memberikan labu berisikan binatang berbisa. Bawang putih pun mengurungkan niatnya meminta izin dan berencana untuk langsung pergi saja menemui sang nenek.

Sudah satu bulan lebih bawang putih tidak bertemu dengan sang nenek, yang sempat bawang putih anggap sebagai Ibu peri. Haruskah bawang putih memastikan sang nenek sebagai Ibu peri atau penyihir jahat? Tapi, sejauh ini dia dan keluarganya baik-baik saja. Jadi, tidak penting apakah sang nenek seorang Ibu peri atau nenek sihir. Yang penting sekarang, bagaimana caranya agar dia bisa mempelajari cara bercocok tanam sayurang dari sang nenek. Semoga sang nenek masih ingat padanya.

Pagi hari sekali bawang putih pergi untuk menemui sang nenek. Dia pergi begitu saja seperti sedang melarikan diri. Dengan membawa lima helai pakaian, dia merasa cukup untuk persediaan menginap selama 1 minggu. Tak lupa dibawanya sekeranjang jeruk dan rambutan yang kebetulan saat itu sedang berbuah untuk dijadikan oleh-oleh bagi sang nenek.

Menjelang tengah hari, bawang putih sudah sampai di rumah nenek. Sang nenek tampak sedang beristiahat di depan teras rumahnya. Maka bawang putihpun langsung menemui sang nenek.

“Permisi Nek, apakah nenek masih ingat dengan saya?” Tanyanya

“Tentu masih ingat Cu, kamu Bawang putih kan?”

“Iya Nek. Saya senang kalau nenek masih ingat.”

“Nenek juga senang kamu datang berkunjung lagi. Bagaiman keadaan keluargamu”

“Sehat Nek”

“Nenek kira sudah mati. Hehehe.”

“Lho, kenapa nenek berkata seperti itu?”

“Soalnya labu yang mereka ambil berisikan binatang berbisa. Hanya orang rakus lah yang mengambil labu paling besar berisikan ular dan teman-temannya.”

“Hmm… Sudah saya duga”

“Jadi kamu sudah menduganya? Kamu benarbenar gadis yang pintar dan pemberani.”

“Kenapa nenek melakukan itu? Nenek hampir saja mencelakai Ibu tiri dan Bawang merah”

“Itu memang tujuannya”

“Kenapa?”

“Karena nenek tidak suka mereka, dan ingin menolong kamu juga.”

“Nenek tidak perlu repot-repot. Saya bisa menjaga diri ko.”

“Jadi bagaimana mereka bisa bertahan hidup?”

“Tentu saja karena saya tolong mereka, Nek’”

“Kenapa tidak kamu biarkan saja mereka mati?”

“Kalau mereka mati di rumah, nanti saya yang repot. Saya bisa saja dianggap pembunuh tunggal kalau saya satu-satunya yang selamat dari serangan hewan berbisa itu. Selain itu, saya tidak mau menyakiti siapapun. Meskipun Ibu tiri dan bawang merah jahat, namun saya percaya bahwa mereka masih punya sisi baik yang mungkin belum saya ketahui. Saya sudah tidak mau berburuk sangka lagi sama orang lain Nek. Setiap saya berburuk sangka, saya malah selalu ditolong sama mereka. Saya jadi menyesal dan merasa bersalah. Sya tidak suka dengan perasaan itu”

“Baiklah itu semua tergantung keputusanmu. Terus ada keperluan apa kamu ke sini? Apakah kamu tidak takut dengan nenek?”

“Kenapa saya harus takut nek? Selama ini nenek selalu baik terhadap saya. Kalaupun nenek mau berbuat jahat, sudah dari dulu saya dibuat celaka. Lalu mengenai maksud kedatangan saya kemari, yaitu ingin mempelajari cara bercocok tanam sayuran sama Nenek. Saya lihat kebun nenek penuh dengan sayuran segar. Sedangkan saya tidak pernah berhasil menanam sayuran”

Dan percakapan mereka pun berlanjut sampai hari menjelang sore.


Sang Nenek pun berbaik hati dan mau mengajarkan Bawang putih cara bercocok tanam. Namun waktu satu minggu yang bawang putih rencanakan rupanya tidak cukup untuk mempelajari semua teknik. Setidaknya membutuhkan waktu 5 bulan bagi bawang putih untuk belajar. Jadi dia bisa mempelajri pula pengolahan pasca panen. Maka, bawang putih pun menyanggupinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar