Setelah kematian ayahnya, bawang putih diperlakukan layaknya
pembantu oleh Ibu dan saudara tirinya, bawang merah. Setiap hari, dia yang
mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari memasak, mencuci pakaian, menyapu, dan
sebagainya. Padahal, rumah yang mereka tinggali adalah rumah warisan orang
tuanya. Namun saat Ayahnya meninggal, usia bawang putih masih terlalu muda
untuk mengetahui kenyataan sesungguhnya.
Rumah mereka cukup terisolir, jauh dari tetangga. Jarak dari
rumah terdekat saja mencapai 1 km. Almarhum ayahnya yang seorang tukang kayu
sengaja membuat rumah jauh dari tetangga karena menyukai ketenangan alam di
kaki bukit, namun dekat dengan sungai sehingga memudahkan ketika mencuci, dan
memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan lainnya. Mereka memiliki halaman
yang luas yang ditanami dengan aneka bunga berwarna warni, sayuran, bahkan
pohon buah-buahan. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, mereka memelihara
ayam, bebek, sapi, dan kambing. Meskipun terisolir, tapi mereka bisa hidup aman
dan tentram karena tingkat kriminalitas sangat rendah di daerahnya.
Namun setelah ayahnya meninggal, kini bawang putih hidup
merana bagaikan seorang asisten rumah tangga. Sapi dan kambing sudah habis
dijual oleh ibu tirinya. Hanya tersisa beberapa ayam saja karena mudah
dipeihara dan harganya yang murah. Karena tidak bekerja, Ibu tiri bawang putih
banyak menjual barang-barang peninggalan orang tua bawang putih untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Usia yang sudah tidak muda, membuat sang Ibu tiri susah
mencari suami baru. Sedangkan bawang merah yang sudah terkenal pemalas, membuat
orang sekampung malas untuk menikahinya.
Sebenarnya sudah banyak orang yang ingin melamar bawang
putih, namun Ibu tiri bersikeras untuk tidak menikahkan bawang putih sebelum
bawang merah menikah. Usia bawang merah memang setahun lebih tua dibandingkan
usia bawang putih, namu kalau keondisi seperti itu, bisa saja mereka menjadi
perawan tua semur hidup.
Bawang putih jarang berinteraksi dengan penduduk sekitar
karena kesehariannya sudah terlalu sibuk mengerjakan semua tugas rumah tangga. Ibu
tirinya akan marah besar apabila melihat bawang putih berinteraksi dengan
penduduk lain dan menganggap kalau bawang putih sudah berleha-leha, padahal banyak
pekerjaan yang belum diselesaikan.
Seperti biasa, setiap pagi bawang putih mencuci pakaian di
pinggir sungai. Mungkin karena kelelahan, akhirnya bawang putih sedikit
mengantuk ketika mencuci. Akibatnya selendang merah milik Ibu tiri lepas dari
genggamannya dan hanyut. Bawang putih merasa ketakutan saat itu, karena sudah
pasti Ibu tiri akan memarahi dan menghukumnya kalau sampai seledang sutra
kesayangan Ibu tirinya itu hilang. Dengan segera bawang putih pergi mencari
selendang tersebut, namun setelah mencari hampir satu jam lamanya, selendang
tersebut tidak juga dtemukan. Akhirnya bawang putih menyerah, menyelesaikan
mencuci dan kembali ke rumah dengan perasaan galau.
Sesampainya di rumah dan menceritakan kronologis kejadian,
Ibu tiri sangat marah luar biasa. Dia membanting gelas yang sedang digenggamyua.
Bawang putih merasa ketakutan saat itu dan meminta maaf. Namun Ibu tirinya
tidak peduli, dia meminta bawang putih untuk mencari selendang itu dan
melarangnya untuk pulang apabila selendang tersebut belum ditemukan. Karena
sudah tidak tahan dengan omelan Ibu tiri, bawang putih pun segera pergi untuk
mencari selendang yang hilang tadi.
Bawang putih terus mencari menyulusuri sungai, berharap kalau
selendang tersangkut di suatu tempat. Namun setelah sekian lama mencari,
selendang tersebut tidak juga ditemukan. Hari sudah hampir sore, namun bawang
putih masih belum juga menemukan selendang. Dia merasa takut pulang ke rumah
kalau selendang belum ditemukan. Tanpa disadari, bawang putih sudah memasuki
kawasan hutan larangan. Hutan tersebut katanya sangat angker dan tidak
seorangpun penduduk skekitar yang berani masuk ke dalam hutan itu. Namun bawang
putih yang pikirannya sedang kalut, tetap memberanikan diri masuk hutan tersebut
karena baginya, Ibu tirinya lebih menakutkan daripada hutan yang ditakuti
tersebut.
Kondisi pinggiran sungai di dalam hutan ternyata sudah tidak
bisa ditelusuri lagi. Kondisi sungai yang mulai dalam membuat bawang putih
tidak bisa berjalan menelusuri sungai. Akhirnya dia memilih jalan sedikit
memutar. Tanpa disengaja, dia melihat sebuah gubuk di tengah hutan. Karena
merasa lapar, dia akhirnya berfikir untuk meminta sedikit makanan dari penghuni
gubuk itu. Sejak pagi, dia belum sempat makan apapun. Untuk mengisi perutnya
yang keroncongan, dia hanya meminum air sungai saja. Karena hari sudah sore,
maka diapun memberanikan diri mendekai gubuk tersebut.
Setelah mengetuk pintu, maka terbukalah pintu gubuk. Dari
luar terlihat seorang nenek-nenek dengan punggung yang bungkuk membukakan
pintu. Bawang putih merasa lega karena yang tinggal di gubuk tersebut adalah seorag
nenek-nenek. Lalu si nenekpun memeprsilahkan bawang putih untuk masuk. Tanpa
perlu diminta, ternyata si nenek baik hati menawarkan ubi rebus kepada bawang
putih. Dengan lahap bawang putih memakan ubi tersebut.
Rupanya si nenek sedang melipat baju, dan tanpa sengaja
bawang putih melihat selendang Ibu tirinya di dalam tumpukan pakaian si nenek.
Tanpa bermasksud menyinggung si nenek, bawang putih bertanya.
“Wah selendang nya bagus sekali Nek, Ibu saya juga punya
selendang seperti itu di umah”
“Sebeneranya ini bukan selendang milik Nenek” jawab si Nenek
“Tadi pagi nenek menemukan selendang ini terhanyut di
pinggir sungai ketika nenek sedang mencuci” lanjutnya
“Maaf Nek, sebenarnya sejak dari tadi saya mencari selendang
Ibu saya yang mirip dengan selendang yang nenek temukan tadi. Tapi kalau
selendang Ibu saya ada tanda rajutan bunga matahari di salah satu sudutnya.
Kalau boleh saya tahu, apakah di selendang itu ada rajutan bunga mataharinya?
Kalau iya, mungkin saja itu selendang Ibu saya yang terhanyut tadi pagi” Jawab
bawang putih panjang lebar agar si nenek percaya.
Rupanya setelah diperiksa, selendang yang dimaskud adalah
selendang Ibu tiri bawang putih. Dengan peraasan lega, akhirnya bawang putih
bisa pulang dan memberikan selendang ke Ibu terinya. Namun, di luar terdengar
suara gemericik air hujan dan dilanjutkan dengan hujan yang begitu derasnya.
Maka si nenek pun menwarkan agar bawang putih menginap saja malam ini di rumah
nenek karena merasa kasihan dengan bawang putih. Sebenarnya bawang putih mau
saja menginap disitu, tapi takut merepotkan. Namun mendengar nenek tidak merasa
direpotkan dan malah senang karena malam itu akhirnya sang nenek ada yang
menemani, maka bawang putih pun memutuskan untuk menginap semalam.
Seperti biasa, bawang putih sudah bangun begitu sinar matahari
mulai bersinar. Kondisi rumah yang gelap, membuat bawang putih tidak bisa
melakukan aktivitas apapun. Jadi begitu sedikit terang, dia mulai bangun dan
beraktivitas. Karena merasa sudah ditolong oleh sang nenek, maka bawang putih
berniat membalas perbuatan nenek dengan melakukan pekerjaan rumah semampunya.
Dia pencuci peralatan makan yang digunakan kemarin, menyapu lantai, mengepel,
dan sebagainya. Sepertinya si nenek masih tidur. Usia yang sudah lanjut mungkin
membuat nenek membutuhkan waktu lebih lama untuk beristirahat.
Betapa kagetnya sang nenek ketika bangun. Rumahnya kini
sudah bersih dan rapih. Sebagai ucapan terimakasih, sang nenek memberikan
sebuah labu. Bawang putih disuruh memilih labu yang ditanam di halaman rumah
sang nenek. Maka bawang putih pun memilih yang berukuran sedang karena kalau
terlalu besar, pasti nanti akan repot membawaa ke rumahnya. Setelah semua
selesai, bawang putih pun pamit.
Bawang putih pulang menulusuri jaln yang kemarin ditempuh.
Lalu tiba-tiba dia melihat seseorang yang sedang naik kuda, melewatinya.
Rupanya itu sang pangeran yang sedang berburu rusa. Namun tiba-tiba kuda
pangeran tersandung akar pohon yang menyembul. Dan sang pangeranpun jatuh
terpental mengenai batang pohon. Sepertinya kakinya terkilir dan dia tidak bisa
bangun. Mungkinkah sang pangeran terkena kutukan karena berburu di hutan
terlarang?
“Ki Sana baik-baik saja?” Tanya bawang putih
“Sepertinya kakiku terkilir.” Jawab sang pangeran
“Maaf ki sana siapa ya? Apa yang ki sana lakukan disini?”
“Saya hanya seorang pemburu yang sedang berburu untuk
mencari makan” Jawab sang pangeran menyembunyikan identitasnya karena dia tidak
mau kalau bawang putih akan mengambil keuntungan ditengah ketidakberdayaan sang
pangeran.
“ Kenapa ki sana berburu di sini? Tidak tahukan ki sana
kalau ini masih berada di kawasan hutan terlarang? Tidak boleh dilakukan
aktivitas mengganggu hutan ini. Bahkan pihak kerajaanpun melarang rakyat
melakukan aktivitas di sini. Kalau tidak, maka akan terkena sial atau kutukan.”
“Aku tidak tahu kalau sudah memaski hutan larangan. Tadi ketika
asik mengejar rusa, tiba-tiba saja aku sudah sampai sini. Nah kamu sendiri apa
yang kamu lakukan di sini? Apakah kamu peri penjaga hutan?
“Saya hanya seorang manusia biasa saja Ki Sana. Saya sedang
dalam perjalanan pulang, hanya saja jalan yang harus saya lewati memaksa
melewati hutan ini” Tanpa menceritakan kejadian sebenarnya, bawang putih
menjawab. Menurutnya tidak pantas menceritakan kejadian yang menimpanya kepada
orang yang baru dikenalnya itu.
Maka karena merasa Ibu, bawang putih segera bergegas untuk
menolong sang pangeran. Dengan sedikit pengetahuan, bawang putih membuat ramuan
dari tanaman liar dan membalut luka sang pangeran. Dia juga membalut kaki
pangeran dengan menyobek sebagian kain panjang yang membalut tubuh langsingnya.
“Kalau kamu masih ingin melanjutkan perjalanan, lanjutkan
saja. Tidak usah mengkhawatirkanku, mungkin sebentar lagi temanku akan datang mencariku.
Terimakasih banyak karena sudah menolongko” Jawab pangeran.
“Baiklah kalau begitu Ki sana, saya akan melanjutkan
perjalanan saya. Semoga teman ki sana bisa segera datang dan menolong ki sana.
Kalau begitu, saya pamit duluan.”
Bawang putih pun melanjutkan perjalanannya. Dia tidak tahu
kalau orang yang ditolongnya adalah seorang pangeran. Namun begitulah sifat
bawang putih, menolong orang tanpa pamrih, meskipun dia tidak mengenalnya.
Namun entah kenapa, jantung bawang putih serasa bergejolak. Pemuda yang
ditolongnya memang tampan, dan sudah sewajarnya jika bawang putih menyukai
wajah tampan sang pangeran. Namun apalah daya, dia tidak mungkin mengajak
berkenalan dulu. Dia pun tidak tahu nama pemuda tampan tadi, karena sang
pangeranpun tidak menanyakan namanya. Jadi dia merasa segan kalau dia yang
bertanya nama pangeran duluan. Akhirnya, dia menganggap bahwa pertemuan itu
bisa jadi merupakan pertemuan pertama dan terakhirnya. Dia tidak mau terlalu
memikirkannya. Tapi, hati tidak bisa dibohongi. Ada perasaan aneh yang
mendatangi bawang putih. Perasaan yang belum pernah dirasakannya selama ini.
Sementara iu, berselang beberapa waktu, penggawa sang
pangeran akhirnya datang dengan bala bantuan. Betapa kagetnya mereka melihat
sang pangeran tergeletak di bawah pohon sedang terluka. Maka mereka segera
membawa pangeran keluar dari hutan larangan degan segera. Pangeranpun tidak
menceritakan kejadian pertemuan tadi dengan seorang gadis yang menolongnya.
Selama perjalanan pulang, pikiran sang pangeran dipenuhi
rasa penyesalan. Memang wajah bawang putih tidak secantik putri-putri kerajaan
yang pernah dilihatnya, namun bagi seorang rakyat biasa, wajah itu termasuk
cantik. Meskipun tidak menggunakan riasan, wajah bawang putih sangant cantik flawless dan aroma tubuhnya sangat wangi.
Pangeran merasa menyesal kenapa dia tidak bertanya nama gadis yang menolongnya
tadi. Dimakanah dia tinggal? Siapakah nama orang tuanya? Apakah masih gadis
atau sudah janda? Tapi pangeran tidak mau ambil pusing. Dia pun mengganggap
kalau pertemuan itu bisa jadi pertemuan pertama dan terakhir kalinya. Selain
itu, sang pangeran sudah dijodohkan dengan putri dari kerajaan lain, jadi
perasaannya terhadapa bawang putih, mungkin hanya perasaan karena penasaran
saja.
Menjelang tengah hari, bawang putih sudah sampai dirumah.
Meskipun baru ditinggal satu malam, rumahnya sudah sangat berantakan. Sudah
asti Ibu tiri dan bawang merah tidak melakukan pekerjaan rumah ketika bawang
putih ergi. Maka bawang putih pun segera memberikan selendang milik ibu
tirinya. Sang Ibu tiri segera mengambil selendang tersebut dan menyuruh bawang
putih bekerja seperti biasa. Tanpa ucapan terimakasih, Ibu tiri pergi begitu
saja. Bawang putih merasa heran, kenapa ibu tirinya itu tidak bertanya semalam
dia menginap dimana? Dengan siapa? Apakah sudah makan atau belum? Tapi bawang
putih memakluminya saja. Sifat Ibu tiri memang sudah seperti itu, tidak
dimarahi saja bawang putih merasa bersyukut.
Bawang putih pun segera pergi ke dapur membawa labu yang
diberikan nenek. Dia bermksud untuk mengukus labu tersebut dan memakannya.
Ketika dibelah, ternyata isi labu berupa perhiasan. Ada gelang mutiara, kalung
emas dengan liontin permata, anting batu rubi, dan masih banyak perhiasan
lainnya. Tentu saja bawang putih merasa kaget dan sedikit takut. Mungkinkah
nenek yang ditolongnya semalan adah seorang Ibu peri atau penyirhir jahat? Tapi
sepertinya dia seorang ibu peri. Mana mungkin penyihir jahat akan memberikan
dia perhiasan.
Bawang putih segera membungkus perhiasan tadi agar tidak
diketahui oleh Bawang merah dan Ibu tiri. Namun rupanya, bawang merah sudah
menyaksikan perhiasan itu. Segera bawang merah lapor kepada Ibunya dan bawang
putih pun dipanggil Ibu tiri untuk dimintai keterangan.
Awalnya, bawang putih dituduh sudah mencuri perhiasan tadi,
tapi setelah bawang putih menceritkan cerita sebenarnya, akhirnya ibu tiri
sedikit mempercyainya. Namun Ibu tiri meminta bawang putih untuk pergi
mengantar bawang merah menemui nenek di hutan larangan, agar bawang merahpun
bisa mendapat labu berisikan perhiasan seperti bawang putih. Maka bawang
putihpun berjanji akan mengantar bawang merah keesokan harinya.
Keesokan harinya, mereka bertiga pun pergi menuju rumah
nenek di hutan larangan. Meskipun jarak sebenarnya bisa ditempuh dalam setengah
hari perjalanan, namun karena bawang merah dan ibu tiri ikut serta, maka
perjalanan yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Ibu tri dan bawang merah banyak
beristirahat. Padahal mereka tidak membawa apapun. Bawang putih lah yang
membawa bekal dan persediaan lainya. Setelah sore, mereka pun sampai di rumah
nenek.
Bawang putih memperkenalkan Ibu tiri dan bawang merah kepada
nenek dan bermaksud berterimakasih karena sudah menemukan selendang yang
kemarin ditemukan sang nenek. Sang nenekpun merasa berterimaksih dan
menceritakan kebaikan bawang putih yang sudah menolong memberishkan rumahnya kepada
Ibu tiri. Ibu tiri menjelaskan bahwa bawang putih memang sangat rajin
bersih-bersih dan itu sudah menjadi hobinya.
Menjelang malam, merekpun segera tidur. Si nenek tidak
mempunyai alat penerangan, jadi ketika malam tiba, dia tidak melakukan aktivitas
apapun dan langsung tidur. Maka yang lainpun ikut tidur begitu malam tiba.
Sebelum pulang, Ibu tiri memuji tanaman labu milik nenek
yang sangat subur. Apalagi kemaren sore sang nenek memberikan labu rebus untuk
mengganjal perut mereka. Rasanya yang sangat manis, membuat ibu tiri menanyakan
resep yang digunakan sang nenek. Nenek rupanya tidak menggunakan resep apapun,
rasa manis merupakan rasa alami dari labu dan dia hanya mengukusnya saja. Ibu
tiri pun meminta labu yang ditaman nenek untuk dibawa pulang. Maka nenek
mempersilahkannya. Ibu tiri mengambil 3 buah labu yang paling besar untuk
dibawa pulang. Masing-masing dibawa oleh mereka. Tapi setelah rumah nenek tidak
terlihat, bawang putih lah yang disuruh membawa ketiga labu tadi. Namun entah
kenapa, labu yang besar tadi tidak terasa berat dijinjing bawang putih. Maka
tanpa keberatan, bawang putih membawa ketiga labu tersebut.
Sesampainya dirumah, Ibu tiri dan Bawang merah segera
membuka labu tersebut. Bawang merah disuruhnya pergi menjauh karena mereka tdak
ingin bawang putih mengetahui isi labu tersebut. Namun rupanya, isi labu bukan
berisikan perhiasan dan permata melainkan binatang berbisa. Dengan segera, ibu
tiri dan bawang merah melemparkan labu-labu tadi. Merek langsung naik ke atas tempat
tidur dan berteriak meminta tolong. Bawang putih yang merasa kaget, datang menolong.
Untuknya bawang putih sudah terbiasa menghadapi ular, kalajengking, lipan, dan
bianatang berbisa lainnya. Dengan menyeprotkan obat anti serangga, garam dan
menyalakan api, dia berhasil mengusir binatang tadi.
Bukannya bersyukur karena telah ditolong, mereka malah
memarahi bawang putih karena sudah membohongi mereka dan membuat mereka hampir
terbunuh. Bawang putih pun dihukum dan disuruh menyerahkan perhiasan miliknya
kepada mereka. Dengan berat hati, bawang putih menyerahkan perhiasan yang dia
peroleh dari isi labu yang diberikan oleh nenek. Perhiasan itu juga bukan
miliknya, jadi tidak masalah kalau diambil oleh Ibu tiri dan bawang merah.
Sebagai hukuman, bawang putih tidak diberikan makan pada hari itu. Karena sudah
biasa tidak makan seharian, maka hukuman tadi tidak begitu berat dirasakan bawang
putih.
Setelah menyelesaikan semua pekerjaan, bawang putihpun
kembali ke kamarnya. Sekalipun sering dibentak, dimarahi, dihukum, dan diperlakukan
kasar lainnya, bawang putih tidak pernah menangis. Hatinya terlalu tegar
menghadapi cobaan hidup. Menangispun tidak akan menyelesaikan masalah malah
membuat dirinya lemas. Maka malam itu, dia langsung tertidur begitu badannya
direbahkan di atas tempat tidurnya.
Dalam tidur, bawang putih bermimpi bertemu lagi dengan
pemuda yang ditolongnya. Namun pakaian yang dikenakan pemuda itu sangat bagus
layaknya seorang pangeran. Bawang putih juga memakai pakaian yang sangat bagus
layaknya seorang putri raja. Mereka
berdansa di bawah sinar rembulan malam. Jarak yang sangat dekat membuat bawang
putih bisa melihat dengan jelas wajah tampan sang pangeran, merasakan dadanya
yang bidang, menciup bau badannya yang wangi, bahkan aroma nafasnyapun sangat menyegarkan.
Merkea asik berdansa diringi music yang entah datang darimana. Berada dalam
dekapan sang pangeran membuat bawang putih nyaman. Bawang putih menyandarkan
kepalanya di atas dada bidang sang pengeran. Lalu ketiak bawang putih
menengadah menatap wajah pangeran yang sangat tampan, tanpa berpikir panjang
bawang putih menmpelkan bibirnya dengan bibir sang pangeran. Dan sat itulah dia
terangun dari mimpinya.
Sungguh mimpi yang sangat indah, pikirnya. Itu mereupakan
pengalam pertamanya dekat dengan seorang laki-laki. Bawang putih tidak mengerti
kenapa dia bisa bermimpi seperti itu. Lalu munculah perasaan rindu dengan
pemuda yang telah ditolongnya itu. Dia berdoa semoga suatu saat dapat
dipertemukan lagi dengan pemuda dalam mimpinya. Mungkinkah itu pertanda kalau
pemuda tadi akan menjadi suaminya di masa yang akan datang? Bawang putih hanya
bisa berharap dan melanjutkan tidurnya dan berharap semoga sang pujaan hati
bisa mampir lagi dalam mimpinya. Namun sampai pagi menjelang, bawang putih
hanya tertidur, tanpa bermimpi.
Sementara itu di
dalam istana, sang pangeran terbangun dari mimpinya. Rupanya dia mengalami mimpi
yang sama dengan bawang putih, berdansa di bawah sinar bulan purnama, dan terbangun
karena bawang putih mengecup bibirnya. Pangeran lalu menyentuh bibirnya,
sedikit menjilatnya, dan masih terasa rasa cherry dalam bibirnya. Mungkinkah
ini rasa bibir bawang putih yang tadi berada dalam mimpinya? Dia tidak mau berhaslusinasi
lebih lanjut dan segera bergegas keluar dari ranjangnya menuju lemari. Dia
mengambil sobekan kain milik bawang putih yang disobek dari kain panjangnya.
Mencium kain tersebut yang entah kenapa, meskipun sudah dicuci, masih
mengeluarkan aroma wangi bunga. Aroma yang sama yang dia cium dari tubuh gadis
dalam mimpinya. Setelah itu, dia membawa potongan kain tersebut ke atas tempat
tidurnya, menciumnya dan kembali tidur, berharap akan bertemu kembali dengan
gadis dalam mimpinya tadi. Tapi, sama dengan bawang putih, sang pangeran tidak
memimpikan lagi bawang putih disisa tidurnya.
(Bersambung…)
Hwaaa, panjang sekali ceritanya..
BalasHapusDimana bawang putih beli parfumnya hhhh
BalasHapusWaw...kerennya...panjang banget
BalasHapus