Minggu, 08 Oktober 2017

Bawang Putih


Setelah kematian ayahnya, bawang putih diperlakukan layaknya pembantu oleh Ibu dan saudara tirinya, bawang merah. Setiap hari, dia yang mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari memasak, mencuci pakaian, menyapu, dan sebagainya. Padahal, rumah yang mereka tinggali adalah rumah warisan orang tuanya. Namun saat Ayahnya meninggal, usia bawang putih masih terlalu muda untuk mengetahui kenyataan sesungguhnya.

Rumah mereka cukup terisolir, jauh dari tetangga. Jarak dari rumah terdekat saja mencapai 1 km. Almarhum ayahnya yang seorang tukang kayu sengaja membuat rumah jauh dari tetangga karena menyukai ketenangan alam di kaki bukit, namun dekat dengan sungai sehingga memudahkan ketika mencuci, dan memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan lainnya. Mereka memiliki halaman yang luas yang ditanami dengan aneka bunga berwarna warni, sayuran, bahkan pohon buah-buahan. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, mereka memelihara ayam, bebek, sapi, dan kambing. Meskipun terisolir, tapi mereka bisa hidup aman dan tentram karena tingkat kriminalitas sangat rendah di daerahnya.

Namun setelah ayahnya meninggal, kini bawang putih hidup merana bagaikan seorang asisten rumah tangga. Sapi dan kambing sudah habis dijual oleh ibu tirinya. Hanya tersisa beberapa ayam saja karena mudah dipeihara dan harganya yang murah. Karena tidak bekerja, Ibu tiri bawang putih banyak menjual barang-barang peninggalan orang tua bawang putih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Usia yang sudah tidak muda, membuat sang Ibu tiri susah mencari suami baru. Sedangkan bawang merah yang sudah terkenal pemalas, membuat orang sekampung malas untuk menikahinya.

Sebenarnya sudah banyak orang yang ingin melamar bawang putih, namun Ibu tiri bersikeras untuk tidak menikahkan bawang putih sebelum bawang merah menikah. Usia bawang merah memang setahun lebih tua dibandingkan usia bawang putih, namu kalau keondisi seperti itu, bisa saja mereka menjadi perawan tua semur hidup.

Bawang putih jarang berinteraksi dengan penduduk sekitar karena kesehariannya sudah terlalu sibuk mengerjakan semua tugas rumah tangga. Ibu tirinya akan marah besar apabila melihat bawang putih berinteraksi dengan penduduk lain dan menganggap kalau bawang putih sudah berleha-leha, padahal banyak pekerjaan yang belum diselesaikan.

Seperti biasa, setiap pagi bawang putih mencuci pakaian di pinggir sungai. Mungkin karena kelelahan, akhirnya bawang putih sedikit mengantuk ketika mencuci. Akibatnya selendang merah milik Ibu tiri lepas dari genggamannya dan hanyut. Bawang putih merasa ketakutan saat itu, karena sudah pasti Ibu tiri akan memarahi dan menghukumnya kalau sampai seledang sutra kesayangan Ibu tirinya itu hilang. Dengan segera bawang putih pergi mencari selendang tersebut, namun setelah mencari hampir satu jam lamanya, selendang tersebut tidak juga dtemukan. Akhirnya bawang putih menyerah, menyelesaikan mencuci dan kembali ke rumah dengan perasaan galau.

Sesampainya di rumah dan menceritakan kronologis kejadian, Ibu tiri sangat marah luar biasa. Dia membanting gelas yang sedang digenggamyua. Bawang putih merasa ketakutan saat itu dan meminta maaf. Namun Ibu tirinya tidak peduli, dia meminta bawang putih untuk mencari selendang itu dan melarangnya untuk pulang apabila selendang tersebut belum ditemukan. Karena sudah tidak tahan dengan omelan Ibu tiri, bawang putih pun segera pergi untuk mencari selendang yang hilang tadi.

Bawang putih terus mencari menyulusuri sungai, berharap kalau selendang tersangkut di suatu tempat. Namun setelah sekian lama mencari, selendang tersebut tidak juga ditemukan. Hari sudah hampir sore, namun bawang putih masih belum juga menemukan selendang. Dia merasa takut pulang ke rumah kalau selendang belum ditemukan. Tanpa disadari, bawang putih sudah memasuki kawasan hutan larangan. Hutan tersebut katanya sangat angker dan tidak seorangpun penduduk skekitar yang berani masuk ke dalam hutan itu. Namun bawang putih yang pikirannya sedang kalut, tetap memberanikan diri masuk hutan tersebut karena baginya, Ibu tirinya lebih menakutkan daripada hutan yang ditakuti tersebut.

Kondisi pinggiran sungai di dalam hutan ternyata sudah tidak bisa ditelusuri lagi. Kondisi sungai yang mulai dalam membuat bawang putih tidak bisa berjalan menelusuri sungai. Akhirnya dia memilih jalan sedikit memutar. Tanpa disengaja, dia melihat sebuah gubuk di tengah hutan. Karena merasa lapar, dia akhirnya berfikir untuk meminta sedikit makanan dari penghuni gubuk itu. Sejak pagi, dia belum sempat makan apapun. Untuk mengisi perutnya yang keroncongan, dia hanya meminum air sungai saja. Karena hari sudah sore, maka diapun memberanikan diri mendekai gubuk tersebut.
Setelah mengetuk pintu, maka terbukalah pintu gubuk. Dari luar terlihat seorang nenek-nenek dengan punggung yang bungkuk membukakan pintu. Bawang putih merasa lega karena yang tinggal di gubuk tersebut adalah seorag nenek-nenek. Lalu si nenekpun memeprsilahkan bawang putih untuk masuk. Tanpa perlu diminta, ternyata si nenek baik hati menawarkan ubi rebus kepada bawang putih. Dengan lahap bawang putih memakan ubi tersebut.

Rupanya si nenek sedang melipat baju, dan tanpa sengaja bawang putih melihat selendang Ibu tirinya di dalam tumpukan pakaian si nenek. Tanpa bermasksud menyinggung si nenek, bawang putih bertanya.

“Wah selendang nya bagus sekali Nek, Ibu saya juga punya selendang seperti itu di umah”

“Sebeneranya ini bukan selendang milik Nenek” jawab si Nenek

“Tadi pagi nenek menemukan selendang ini terhanyut di pinggir sungai ketika nenek sedang mencuci” lanjutnya

“Maaf Nek, sebenarnya sejak dari tadi saya mencari selendang Ibu saya yang mirip dengan selendang yang nenek temukan tadi. Tapi kalau selendang Ibu saya ada tanda rajutan bunga matahari di salah satu sudutnya. Kalau boleh saya tahu, apakah di selendang itu ada rajutan bunga mataharinya? Kalau iya, mungkin saja itu selendang Ibu saya yang terhanyut tadi pagi” Jawab bawang putih panjang lebar agar si nenek percaya.

Rupanya setelah diperiksa, selendang yang dimaskud adalah selendang Ibu tiri bawang putih. Dengan peraasan lega, akhirnya bawang putih bisa pulang dan memberikan selendang ke Ibu terinya. Namun, di luar terdengar suara gemericik air hujan dan dilanjutkan dengan hujan yang begitu derasnya. Maka si nenek pun menwarkan agar bawang putih menginap saja malam ini di rumah nenek karena merasa kasihan dengan bawang putih. Sebenarnya bawang putih mau saja menginap disitu, tapi takut merepotkan. Namun mendengar nenek tidak merasa direpotkan dan malah senang karena malam itu akhirnya sang nenek ada yang menemani, maka bawang putih pun memutuskan untuk menginap semalam.

Seperti biasa, bawang putih sudah bangun begitu sinar matahari mulai bersinar. Kondisi rumah yang gelap, membuat bawang putih tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Jadi begitu sedikit terang, dia mulai bangun dan beraktivitas. Karena merasa sudah ditolong oleh sang nenek, maka bawang putih berniat membalas perbuatan nenek dengan melakukan pekerjaan rumah semampunya. Dia pencuci peralatan makan yang digunakan kemarin, menyapu lantai, mengepel, dan sebagainya. Sepertinya si nenek masih tidur. Usia yang sudah lanjut mungkin membuat nenek membutuhkan waktu lebih lama untuk beristirahat.

Betapa kagetnya sang nenek ketika bangun. Rumahnya kini sudah bersih dan rapih. Sebagai ucapan terimakasih, sang nenek memberikan sebuah labu. Bawang putih disuruh memilih labu yang ditanam di halaman rumah sang nenek. Maka bawang putih pun memilih yang berukuran sedang karena kalau terlalu besar, pasti nanti akan repot membawaa ke rumahnya. Setelah semua selesai, bawang putih pun pamit.

Bawang putih pulang menulusuri jaln yang kemarin ditempuh. Lalu tiba-tiba dia melihat seseorang yang sedang naik kuda, melewatinya. Rupanya itu sang pangeran yang sedang berburu rusa. Namun tiba-tiba kuda pangeran tersandung akar pohon yang menyembul. Dan sang pangeranpun jatuh terpental mengenai batang pohon. Sepertinya kakinya terkilir dan dia tidak bisa bangun. Mungkinkah sang pangeran terkena kutukan karena berburu di hutan terlarang?

“Ki Sana baik-baik saja?” Tanya bawang putih

“Sepertinya kakiku terkilir.” Jawab sang pangeran

“Maaf ki sana siapa ya? Apa yang ki sana lakukan disini?”

“Saya hanya seorang pemburu yang sedang berburu untuk mencari makan” Jawab sang pangeran menyembunyikan identitasnya karena dia tidak mau kalau bawang putih akan mengambil keuntungan ditengah ketidakberdayaan sang pangeran.

“ Kenapa ki sana berburu di sini? Tidak tahukan ki sana kalau ini masih berada di kawasan hutan terlarang? Tidak boleh dilakukan aktivitas mengganggu hutan ini. Bahkan pihak kerajaanpun melarang rakyat melakukan aktivitas di sini. Kalau tidak, maka akan terkena sial atau kutukan.”

“Aku tidak tahu kalau sudah memaski hutan larangan. Tadi ketika asik mengejar rusa, tiba-tiba saja aku sudah sampai sini. Nah kamu sendiri apa yang kamu lakukan di sini? Apakah kamu peri penjaga hutan?

“Saya hanya seorang manusia biasa saja Ki Sana. Saya sedang dalam perjalanan pulang, hanya saja jalan yang harus saya lewati memaksa melewati hutan ini” Tanpa menceritakan kejadian sebenarnya, bawang putih menjawab. Menurutnya tidak pantas menceritakan kejadian yang menimpanya kepada orang yang baru dikenalnya itu.

Maka karena merasa Ibu, bawang putih segera bergegas untuk menolong sang pangeran. Dengan sedikit pengetahuan, bawang putih membuat ramuan dari tanaman liar dan membalut luka sang pangeran. Dia juga membalut kaki pangeran dengan menyobek sebagian kain panjang yang membalut tubuh langsingnya.

“Kalau kamu masih ingin melanjutkan perjalanan, lanjutkan saja. Tidak usah mengkhawatirkanku, mungkin sebentar lagi temanku akan datang mencariku. Terimakasih banyak karena sudah menolongko” Jawab pangeran.

“Baiklah kalau begitu Ki sana, saya akan melanjutkan perjalanan saya. Semoga teman ki sana bisa segera datang dan menolong ki sana. Kalau begitu, saya pamit duluan.”

Bawang putih pun melanjutkan perjalanannya. Dia tidak tahu kalau orang yang ditolongnya adalah seorang pangeran. Namun begitulah sifat bawang putih, menolong orang tanpa pamrih, meskipun dia tidak mengenalnya. Namun entah kenapa, jantung bawang putih serasa bergejolak. Pemuda yang ditolongnya memang tampan, dan sudah sewajarnya jika bawang putih menyukai wajah tampan sang pangeran. Namun apalah daya, dia tidak mungkin mengajak berkenalan dulu. Dia pun tidak tahu nama pemuda tampan tadi, karena sang pangeranpun tidak menanyakan namanya. Jadi dia merasa segan kalau dia yang bertanya nama pangeran duluan. Akhirnya, dia menganggap bahwa pertemuan itu bisa jadi merupakan pertemuan pertama dan terakhirnya. Dia tidak mau terlalu memikirkannya. Tapi, hati tidak bisa dibohongi. Ada perasaan aneh yang mendatangi bawang putih. Perasaan yang belum pernah dirasakannya selama ini.

Sementara iu, berselang beberapa waktu, penggawa sang pangeran akhirnya datang dengan bala bantuan. Betapa kagetnya mereka melihat sang pangeran tergeletak di bawah pohon sedang terluka. Maka mereka segera membawa pangeran keluar dari hutan larangan degan segera. Pangeranpun tidak menceritakan kejadian pertemuan tadi dengan seorang gadis yang menolongnya.

Selama perjalanan pulang, pikiran sang pangeran dipenuhi rasa penyesalan. Memang wajah bawang putih tidak secantik putri-putri kerajaan yang pernah dilihatnya, namun bagi seorang rakyat biasa, wajah itu termasuk cantik. Meskipun tidak menggunakan riasan, wajah bawang putih sangant cantik flawless dan aroma tubuhnya sangat wangi. Pangeran merasa menyesal kenapa dia tidak bertanya nama gadis yang menolongnya tadi. Dimakanah dia tinggal? Siapakah nama orang tuanya? Apakah masih gadis atau sudah janda? Tapi pangeran tidak mau ambil pusing. Dia pun mengganggap kalau pertemuan itu bisa jadi pertemuan pertama dan terakhir kalinya. Selain itu, sang pangeran sudah dijodohkan dengan putri dari kerajaan lain, jadi perasaannya terhadapa bawang putih, mungkin hanya perasaan karena penasaran saja.

Menjelang tengah hari, bawang putih sudah sampai dirumah. Meskipun baru ditinggal satu malam, rumahnya sudah sangat berantakan. Sudah asti Ibu tiri dan bawang merah tidak melakukan pekerjaan rumah ketika bawang putih ergi. Maka bawang putih pun segera memberikan selendang milik ibu tirinya. Sang Ibu tiri segera mengambil selendang tersebut dan menyuruh bawang putih bekerja seperti biasa. Tanpa ucapan terimakasih, Ibu tiri pergi begitu saja. Bawang putih merasa heran, kenapa ibu tirinya itu tidak bertanya semalam dia menginap dimana? Dengan siapa? Apakah sudah makan atau belum? Tapi bawang putih memakluminya saja. Sifat Ibu tiri memang sudah seperti itu, tidak dimarahi saja bawang putih merasa bersyukut.

Bawang putih pun segera pergi ke dapur membawa labu yang diberikan nenek. Dia bermksud untuk mengukus labu tersebut dan memakannya. Ketika dibelah, ternyata isi labu berupa perhiasan. Ada gelang mutiara, kalung emas dengan liontin permata, anting batu rubi, dan masih banyak perhiasan lainnya. Tentu saja bawang putih merasa kaget dan sedikit takut. Mungkinkah nenek yang ditolongnya semalan adah seorang Ibu peri atau penyirhir jahat? Tapi sepertinya dia seorang ibu peri. Mana mungkin penyihir jahat akan memberikan dia perhiasan.

Bawang putih segera membungkus perhiasan tadi agar tidak diketahui oleh Bawang merah dan Ibu tiri. Namun rupanya, bawang merah sudah menyaksikan perhiasan itu. Segera bawang merah lapor kepada Ibunya dan bawang putih pun dipanggil Ibu tiri untuk dimintai keterangan.

Awalnya, bawang putih dituduh sudah mencuri perhiasan tadi, tapi setelah bawang putih menceritkan cerita sebenarnya, akhirnya ibu tiri sedikit mempercyainya. Namun Ibu tiri meminta bawang putih untuk pergi mengantar bawang merah menemui nenek di hutan larangan, agar bawang merahpun bisa mendapat labu berisikan perhiasan seperti bawang putih. Maka bawang putihpun berjanji akan mengantar bawang merah keesokan harinya.

Keesokan harinya, mereka bertiga pun pergi menuju rumah nenek di hutan larangan. Meskipun jarak sebenarnya bisa ditempuh dalam setengah hari perjalanan, namun karena bawang merah dan ibu tiri ikut serta, maka perjalanan yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Ibu tri dan bawang merah banyak beristirahat. Padahal mereka tidak membawa apapun. Bawang putih lah yang membawa bekal dan persediaan lainya. Setelah sore, mereka pun sampai di rumah nenek.

Bawang putih memperkenalkan Ibu tiri dan bawang merah kepada nenek dan bermaksud berterimakasih karena sudah menemukan selendang yang kemarin ditemukan sang nenek. Sang nenekpun merasa berterimaksih dan menceritakan kebaikan bawang putih yang sudah menolong memberishkan rumahnya kepada Ibu tiri. Ibu tiri menjelaskan bahwa bawang putih memang sangat rajin bersih-bersih dan itu sudah menjadi hobinya.

Menjelang malam, merekpun segera tidur. Si nenek tidak mempunyai alat penerangan, jadi ketika malam tiba, dia tidak melakukan aktivitas apapun dan langsung tidur. Maka yang lainpun ikut tidur begitu malam tiba.

Sebelum pulang, Ibu tiri memuji tanaman labu milik nenek yang sangat subur. Apalagi kemaren sore sang nenek memberikan labu rebus untuk mengganjal perut mereka. Rasanya yang sangat manis, membuat ibu tiri menanyakan resep yang digunakan sang nenek. Nenek rupanya tidak menggunakan resep apapun, rasa manis merupakan rasa alami dari labu dan dia hanya mengukusnya saja. Ibu tiri pun meminta labu yang ditaman nenek untuk dibawa pulang. Maka nenek mempersilahkannya. Ibu tiri mengambil 3 buah labu yang paling besar untuk dibawa pulang. Masing-masing dibawa oleh mereka. Tapi setelah rumah nenek tidak terlihat, bawang putih lah yang disuruh membawa ketiga labu tadi. Namun entah kenapa, labu yang besar tadi tidak terasa berat dijinjing bawang putih. Maka tanpa keberatan, bawang putih membawa ketiga labu tersebut.

Sesampainya dirumah, Ibu tiri dan Bawang merah segera membuka labu tersebut. Bawang merah disuruhnya pergi menjauh karena mereka tdak ingin bawang putih mengetahui isi labu tersebut. Namun rupanya, isi labu bukan berisikan perhiasan dan permata melainkan binatang berbisa. Dengan segera, ibu tiri dan bawang merah melemparkan labu-labu tadi. Merek langsung naik ke atas tempat tidur dan berteriak meminta tolong. Bawang putih yang merasa kaget, datang menolong. Untuknya bawang putih sudah terbiasa menghadapi ular, kalajengking, lipan, dan bianatang berbisa lainnya. Dengan menyeprotkan obat anti serangga, garam dan menyalakan api, dia berhasil mengusir binatang tadi.

Bukannya bersyukur karena telah ditolong, mereka malah memarahi bawang putih karena sudah membohongi mereka dan membuat mereka hampir terbunuh. Bawang putih pun dihukum dan disuruh menyerahkan perhiasan miliknya kepada mereka. Dengan berat hati, bawang putih menyerahkan perhiasan yang dia peroleh dari isi labu yang diberikan oleh nenek. Perhiasan itu juga bukan miliknya, jadi tidak masalah kalau diambil oleh Ibu tiri dan bawang merah. Sebagai hukuman, bawang putih tidak diberikan makan pada hari itu. Karena sudah biasa tidak makan seharian, maka hukuman tadi tidak begitu berat dirasakan bawang putih.

Setelah menyelesaikan semua pekerjaan, bawang putihpun kembali ke kamarnya. Sekalipun sering dibentak, dimarahi, dihukum, dan diperlakukan kasar lainnya, bawang putih tidak pernah menangis. Hatinya terlalu tegar menghadapi cobaan hidup. Menangispun tidak akan menyelesaikan masalah malah membuat dirinya lemas. Maka malam itu, dia langsung tertidur begitu badannya direbahkan di atas tempat tidurnya.

Dalam tidur, bawang putih bermimpi bertemu lagi dengan pemuda yang ditolongnya. Namun pakaian yang dikenakan pemuda itu sangat bagus layaknya seorang pangeran. Bawang putih juga memakai pakaian yang sangat bagus layaknya seorang  putri raja. Mereka berdansa di bawah sinar rembulan malam. Jarak yang sangat dekat membuat bawang putih bisa melihat dengan jelas wajah tampan sang pangeran, merasakan dadanya yang bidang, menciup bau badannya yang wangi, bahkan aroma nafasnyapun sangat menyegarkan. Merkea asik berdansa diringi music yang entah datang darimana. Berada dalam dekapan sang pangeran membuat bawang putih nyaman. Bawang putih menyandarkan kepalanya di atas dada bidang sang pengeran. Lalu ketiak bawang putih menengadah menatap wajah pangeran yang sangat tampan, tanpa berpikir panjang bawang putih menmpelkan bibirnya dengan bibir sang pangeran. Dan sat itulah dia terangun dari mimpinya.

Sungguh mimpi yang sangat indah, pikirnya. Itu mereupakan pengalam pertamanya dekat dengan seorang laki-laki. Bawang putih tidak mengerti kenapa dia bisa bermimpi seperti itu. Lalu munculah perasaan rindu dengan pemuda yang telah ditolongnya itu. Dia berdoa semoga suatu saat dapat dipertemukan lagi dengan pemuda dalam mimpinya. Mungkinkah itu pertanda kalau pemuda tadi akan menjadi suaminya di masa yang akan datang? Bawang putih hanya bisa berharap dan melanjutkan tidurnya dan berharap semoga sang pujaan hati bisa mampir lagi dalam mimpinya. Namun sampai pagi menjelang, bawang putih hanya tertidur, tanpa bermimpi.

Sementara itu di dalam istana, sang pangeran terbangun dari mimpinya. Rupanya dia mengalami mimpi yang sama dengan bawang putih, berdansa di bawah sinar bulan purnama, dan terbangun karena bawang putih mengecup bibirnya. Pangeran lalu menyentuh bibirnya, sedikit menjilatnya, dan masih terasa rasa cherry dalam bibirnya. Mungkinkah ini rasa bibir bawang putih yang tadi berada dalam mimpinya? Dia tidak mau berhaslusinasi lebih lanjut dan segera bergegas keluar dari ranjangnya menuju lemari. Dia mengambil sobekan kain milik bawang putih yang disobek dari kain panjangnya. Mencium kain tersebut yang entah kenapa, meskipun sudah dicuci, masih mengeluarkan aroma wangi bunga. Aroma yang sama yang dia cium dari tubuh gadis dalam mimpinya. Setelah itu, dia membawa potongan kain tersebut ke atas tempat tidurnya, menciumnya dan kembali tidur, berharap akan bertemu kembali dengan gadis dalam mimpinya tadi. Tapi, sama dengan bawang putih, sang pangeran tidak memimpikan lagi bawang putih disisa tidurnya.


(Bersambung…)

3 komentar: